a.
Pengertian Supervisi
Pendidikan
Dilihat
dari sudut pandang etimologi supervisi berasal dari kata super dan vision yang masing-masing
kata itu berarti atas dan penglihatan. Jadi secara etimologis, supervisi adalah penglihatan dari atas. Pengertian itu
merupakan arti kiasan yang
menggambarkan suatu posisi dimana yang melihat berkedudukan lebih tinggi dari pada yang dilihat. Hal ini dapat diartikan bahwa
kegiatan supervisi dilakukan oleh
atasan kepada bawahan.
Pelaksanaan
supervisi atau pengawasan di setiap organisasi memiliki peran yang cukup penting. Manullang (2005: 173) mendefinisikan
pengawasan sebagai “Suatu proses
untuk menerapkan pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, menilainya dan bila perlu mengoreksi dengan maksud supaya
pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan
rencana semula”. Supervisi dilakukan di setiap lini organisasi, termasuk organisasi di dalam ranah pendidikan, salah
satunya adalah sekolah.
Kepala
sekolah merupakan atasan di dalam lingkungan sekolah. Dimana seorang kepala sekolah memiliki peran
strategis dalam memberi bantuan kepada guru-guru
dalam menstimulir guru-guru kearah usaha mempertahankan suasana belajar mengajar yang lebih baik. E.
Mulyasa (2004: 111), “Supervisi sesungguhnya
dapat dilaksanakan oleh kepala sekolah yang berperan sebagai supervisor”.
Pelaksanaan
proses pembelajaran di kelas tidak selamanya memberikan hasil yang sesuai dengan yang diinginkan, ada saja kekurangan dan
kelemahan yang dijumpai dalam proses
pembelajaran, maka untuk memperbaiki kondisi demikian peran supervisi pendidikan menjadi sangat penting untuk
dilaksanakan. Pelaksanaan supervisi
bukan untuk mencari kesalahan guru tetapi pelaksanaan supervisi pada dasarnya adalah proses pemberian layanan bantuan
kepada guru untuk memperbaiki proses
belajar mengajar yang dilakukan guru dan
meningkatkan kualitas hasil belajar.
b.
Fungsi Supervisi
Pendidikan
Kegiatan
supervisi pendidikan memiliki beragam fungsi. Supervisi pendidikan akan dapat
terlaksana dengan baik manakala fungsi-fungsinya mampu diterapkan dengan baik
pula. Sebagaimana yang diungkapkan Swearingen yang dikutip oleh Soewadji
Lazaruth (1988: 34), fungsi kegiatan supervisi pendidikan dirinci sebagai
berikut:
Mengkoordinasi
semua usaha sekolah;
Melengkapi
kepemimpinan sekolah;
Memperluas
pengalaman guru-guru;
Menstimulasi
usaha-usaha yang kreatif;
Memberikan
fasilitas dan penilaian yang terus-menerus;
Menganalisis
situasi belajar dan mengajar;
Memberikan
pengetahuan dan keterampilan kepada setiap anggota staf;
Mengintegrasi
tujuan pendidikan dan membantu meningkatkan kemampuan guru-guru dalam mengajar.
Pendapat
lain dikemukakan oleh Made Pidarta (1999: 15-19), fungsi supervisi dibedakan
menjadi dua bagian besar yakni:
Ø Fungsi
utama ialah membantu sekolah sekaligus mewakili pemerintah dalam usaha mencapai
tujuan pendidikan yaitu membantu perkembangan individu para siswa.
Ø Fungsi
tambahan ialah membantu sekolah dalam membina guru-guru agar dapat bekerja
dengan baik dan dalam mengadakan kontak dengan masyarakat dalam rangka
menyesuaikan diri dengan tuntutan masyarakat serta mempelopori kemajuan
masyarakat.
c.
Tujuan Supervisi
Pendidikan
Fungsi
dan tujuan, kedua hal tersebut cukup sulit untuk dibedakan, sebab seringkali
satu objek dapat diterangkan dari segi fungsi dan dapat pula dari segi tujuan.
Merujuk pendapat Made Pidarta (1999: 15) bahwa “Supervisor sebagai fungsi, bila
ia dipandang sebagai bagian atau organ dari organisasi sekolah. Tetapi bila
dipandang dari apa yang ingin dicapai supervisi, maka hal itu merupakan tujuan
supervisi”.
Kegiatan
supervisi pendidikan bisa dimulai dari melakukan pengawasan. Maksudnya
pengawasan (dalam arti supervisi pendidikan) dilakukan dengan maksud dapat
menemukan hal-hal yang positif dan hal-hal yang negatif di dalam pelaksanaaan
pendidikan. Jadi bukan semata-mata mencari kesalahan belaka. Menurut Hendiyat
Soetopo dan Wasti Soemanto (1984: 40), “Tujuan supervisi pendidikan adalah memperkembangkan
situasi belajar dan mengajar yang lebih baik”.
Lebih
lanjut lagi Hendiyat Soetopo dan Wasti Soemanto (40-41), menjabarkan tujuan
konkrit dari supervisi pendidikan secara nasional antara lain:
Ø Membantu
guru melihat dengan jelas tujuan-tujuan pendidikan.
Ø Membantu
guru dalam membimbing pengalaman belajar murid.
Ø Membantu
guru dalam menggunakan alat pengajaran modern, metode-metode, dan sumber-sumber
pengalaman belajar.
Ø Membantu
guru dalam menilai kemajuan murid-murid dan hasil pekerjaan guru itu sendiri.
Ø Membantu
guru-guru baru di sekolah sehingga mereka merasa gembira dengan tugas yang
diperolehnya.
Ø Membantu
guru-guru agar waktu dan tenaganya tercurahkan sepenuhnya dalam pembinaan
sekolah.
d.
Prinsip Supervisi
Pendidikan
Berikut
ini dikemukakan beberapa prinsip yang harus diperhatikan serta dilaksanakan
oleh para supervisor pendidikan atau kepala sekolah dalam melaksanakan kegiatan
supervisi agar benar-benar efektif dalam usaha mencapai tujuannya. Seorang
kepala sekolah yang berfungsi sebagai supervisor dalam melaksanakan supervisi
menurut Soewadji Lazaruth (1988: 33), hendaknya bertumpu pada prinsip supervisi
sebagai berikut:
Ø Supervisi
yang bersifat konstruktif
Ø Supervisi
yang bersifat realistis
Ø Supervisi
yang bersifat demokratis
Ø Supervisi
yang bersifat objektif
B.
TINJAUAN TENTANG KEPALA
SEKOLAH
a. Pengertian Kepala Sekolah
Secara etimologi kepala sekolah adalah guru
yang memimpin sekolah.[1] Berarti secara terminology kepala sekolah dapat diartikan
sebagai tenaga fungsional
guru yang diberikan tugas tambahan untuk memimpin suatu sekolah di mana
diselenggarakan proses belajar mengajar atau tempat di mana terjadi interaksi
antara guru yang memberi pelajaran dan murid yang menerima pelajaran.
Kepala Sekolah adalah pimpinan tertinggi di sekolah. Pola
kepemimpinananya akan sangat berpengaruh bahkan sangat menentukan kemajuan
sekolah. Oleh karena itu dalam pendidikan modern kepemimpinan kepala sekolah
merupakan jabatan strategis dalam mencapai tujuan pendidikan.
B.
Fungsi Kepala Sekolah
Soewadji Lazaruth menjelaskan 3 fungsi kepala
sekolah, yaitu sebagai administrator pendidikan, supervisor pendidikan, dan
pemimpin pendidikan. Kepala sekolah berfungsi sebagai administrator pendidikan
berarti untuk meningkatkan mutu sekolahnya, seorang kepala sekolah dapat
memperbaiki dan mengembangkan fasilitas sekolahnya misalnya gedung,
perlengkapan atau peralatan dan lain-lain yang tercakup dalam bidang
administrasi pendidikan. Lalu jika kepala sekolah berfungsi sebagai supervisor pendidikan
berarti usaha peningkatan mutu dapat pula dilakukan dengan cara peningkatan
mutu guru-guru dan seluruh staf sekolah, misalnya melalui rapat-rapat,
observasi kelas, perpustakaan dan lain sebagainya. Dan kepala sekolah berfungsi
sebagai pemimpin pendidikan berarti peningkatan mutu akan berjalan dengan baik
apabila guru bersifat terbuka, kreatif dan memiliki semangat kerja yang tinggi.
Suasana yang demikian ditentukan oleh bentuk dan sifat kepemimpinan yang
dilakukan kepala sekolah.[2] Itulah pendapat Soewadji Lazaruth dalam
bukunya Kepala Sekolah dan Tanggung
Jawabnya, yang kurang lebih sama
dengan pendapat E. Mulyasa dalam bukunya Menjadi Kepala Sekolah Profesional, seperti di bawah ini.
Menurut E. Mulyasa, kepala sekolah mempunyai 7 fungsi utama, yaitu:[3]
1.
Kepala Sekolah Sebagai Educator
(Pendidik)
Kegiatan belajar mengajar merupakan inti dari proses
pendidikan dan guru merupakan pelaksana dan pengembang utama kurikulum di
sekolah. Kepala sekolah yang menunjukkan komitmen tinggi dan fokus terhadap
pengembangan kurikulum dan kegiatan belajar mengajar di sekolahnya tentu saja
akan sangat memperhatikan tingkat kompetensi yang dimiliki gurunya, sekaligus
juga akan senantiasa berusaha memfasilitasi dan mendorong agar para guru dapat
secara terus menerus meningkatkan kompetensinya, sehingga kegiatan belajar
mengajar dapat berjalan efektif dan efisien.
2.
Kepala Sekolah Sebagai Manajer
Dalam mengelola tenaga kependidikan, salah satu tugas
yang harus dilakukan kepala sekolah adalah melaksanakan kegiatan pemeliharaan
dan pengembangan profesi para guru. Dalam hal ini, kepala sekolah seyogyanya
dapat memfasiltasi dan memberikan kesempatan yang luas kepada para guru untuk
dapat melaksanakan kegiatan pengembangan profesi melalui berbagai kegiatan
pendidikan dan pelatihan, baik yang dilaksanakan di sekolah, seperti: MGMP/MGP
tingkat sekolah, atau melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan di luar
sekolah, seperti kesempatan melanjutkan pendidikan atau mengikuti berbagai
kegiatan pelatihan yang diselenggarakan pihak lain.
3.
Kepala Sekolah Sebagai Administrator
Khususnya berkenaan dengan pengelolaan keuangan, bahwa
untuk tercapainya peningkatan kompetensi guru tidak lepas dari faktor biaya.
Seberapa besar sekolah dapat mengalokasikan anggaran peningkatan kompetensi guru
tentunya akan mempengaruhi terhadap tingkat kompetensi para gurunya. Oleh
karena itu kepala sekolah seyogyanya dapat mengalokasikan anggaran yang memadai
bagi upaya peningkatan kompetensi guru.
4.
Kepala Sekolah Sebagai Supervisor
Untuk mengetahui sejauh mana guru mampu
melaksanakan pembelajaran, secara berkala kepala sekolah perlu melaksanakan
kegiatan supervisi, yang dapat dilakukan melalui kegiatan kunjungan kelas untuk
mengamati proses pembelajaran secara langsung, terutama dalam pemilihan dan
penggunaan metode, media yang digunakan dan keterlibatan siswa dalam proses
pembelajaran. Dari hasil supervisi ini, dapat diketahui kelemahan sekaligus
keunggulan guru dalam melaksanakan pembelajaran, tingkat penguasaan kompetensi
guru yang bersangkutan, selanjutnya diupayakan solusi, pembinaan dan tindak
lanjut tertentu sehingga guru dapat memperbaiki kekurangan yang ada sekaligus
mempertahankan keunggulannya dalam melaksanakan pembelajaran. Sebagaimana
disampaikan oleh Sudarwan Danim mengemukakan bahwa menghadapi kurikulum yang berisi
perubahan-perubahan yang cukup besar dalam tujuan, isi, metode dan evaluasi
pengajarannya, sudah sewajarnya kalau para guru mengharapkan saran dan
bimbingan dari kepala sekolah mereka. Dari ungkapan ini, mengandung makna bahwa
kepala sekolah harus betul-betul menguasai tentang kurikulum sekolah. Mustahil
seorang kepala sekolah dapat memberikan saran dan bimbingan kepada guru,
sementara dia sendiri tidak menguasainya dengan baik.
5.
Kepala Sekolah Sebagai Leader (Pemimpin)
Gaya kepemimpinan
kepala sekolah seperti apakah yang dapat menumbuh-suburkan kreativitas
sekaligus dapat mendorong terhadap peningkatan kompetensi guru? Dalam teori
kepemimpinan setidaknya kita mengenal dua gaya kepemimpinan yaitu kepemimpinan
yang berorientasi pada tugas dan kepemimpinan yang berorientasi pada manusia.
Dalam rangka meningkatkan kompetensi guru, seorang kepala sekolah dapat
menerapkan kedua gaya kepemimpinan tersebut secara tepat dan fleksibel,
disesuaikan dengan kondisi dan kebutuhan yang ada. Mulyasa menyebutkan
kepemimpinan seseorang sangat berkaitan dengan kepribadian, dan kepribadian
kepala sekolah sebagai pemimpin akan tercermin sifat-sifat sebagai barikut :
(1) jujur; (2) percaya diri; (3) tanggung jawab; (4) berani mengambil resiko
dan keputusan; (5) berjiwa besar; (6) emosi yang stabil, dan (7) teladan.
6. Kepala
Sekolah Sebagai Inovator
Dalam
rangka melakukan peran dan fungsinya sebagai innovator, kepala sekolah harus
memiliki strategi yang tepat untuk menjalin hubungan yang harmonis dengan
lingkungan, mencari gagasan baru, mengintegrasikan setiap kegiatan, memberikan
teladan kepada seluruh tenaga kependidikan sekolah, dan mengembangkan model
model pembelajaran yang inofatif. Kepala sekolah sebagai
inovator akan tercermin dari cara cara ia melakukan pekerjaannya secara
konstruktif, kreatif, delegatif, integratif, rasional, objektif, pragmatis,
keteladanan
7. Kepala
Sekolah Sebagai Motivator
Sebagai motivator,
kepala sekolah harus memiliki strategi yang tepat untuk memberikan motivasi
tenaga kependidikan dalam melaksanakan tugas dan fungsinya. Motivasi ini dapat
ditumbuhkan melalui pengaturan lingkungan fisik, pengaturan suasana kerja,
disiplin, dorongan, penghargaan secara efektif, dan penyediaan berbagai sumber
belajar melalui pengembangan Pusat Sumber Belajar (PSB).
b.
Peran Kepala Sekolah
Dalam
rangka pencapaian tujuan pendidikan, perlu dioptimalisasikan peranan kepala
sekolah, karena apabila seorang kepala sekolah dapat berperan secara efektif
dalam tugas dan kewajibannya, maka hal tersebut akan berdampak pada kemajuan
sekolah yang dipimpinnya. Dikutip dari Dinas Pendidikan (dulu: Depdikbud) dalam
E. Mulyasa (2004: 98), telah ditetapkan bahwa kepala sekolah harus mampu
melaksanakan pekerjaannya sebagai edukator, manajer, administrator, dan
supervisor (EMAS).
Seiring
dengan laju perkembangan jaman, kepala sekolah sedikitnya harus mampu berperan
sebagai edukator, manajer,
administrator,
supervisor, leader, innovator, dan motivator (EMASLIM).
c.
Tipe-Tipe Supervisi
Kepala Sekolah
Setiap
manusia memiliki ciri khasnya masing-masing. Begitu halnya dengan tipe-tipe
pelaksanaan supervisi yang dilakukan oleh kepala sekolah.
Briggs
dalam Soewadji Lazaruth (1988: 33), mengemukakan 4 tipe supervisi kepala
sekolah dilihat dari pelaksanaannya, yaitu supervisi yang bersifat korektif, supervisi
yang bersifat preventif, supervisi yang bersifat konstruktif, supervisi yang
bersifat kreatif. Berikut penjabarannya:
1)
Supervisi yang bersifat
korektif Kegiatan supervisi ini lebih menekankan usaha untuk mencari-cari
kesalahan orang yang disupervisi (guru-guru).
2)
Supervisi yang bersifat
preventif Kegiatan supervisi ini lebih menekankan usaha untuk melindungi guru-guru
dari berbuat salah. Guru-guru selalu diingatkan untuk tidak melakukan kesalahan
dengan memberikan mereka batasan-batasan, larangan-larangan atau sejumlah
pedoman dalam bertindak.
3)
Supervisi yang bersifat
konstruktif. Tipe supervisi jenis ini ialah supervisi yang berorientasi ke masa
depan, menolong guru-guru untuk selalu melihat ke depan, belajar dari
pengalaman, melihat hal-hal yang baru, dan secara antusias mengusahakan
perkembangan.
4)
Supervisi yang bersifat
kreatif. Kegiatan supervisi ini, lebih menekankan pada usaha menumbuhkembangkan
daya kreatifitas guru, dimana peran kepala sekolah hanyalah sebatas mendorong
dan membimbing.
Pendapat
hampir serupa dikemukakan oleh Burton dan Brueckner dalam Ngalim Purwanto
(2002: 92), yang menyatakan terdapat 5 tipe supervisi oleh kepala sekolah,
yakni: supervisi sebagai inspeksi, laissez faire, coercive supervision,
dan supervisi sebagai latihan bimbingan.
C.
TINJAUAN TENTANG
KURIKULUM TINGKAT SATUAN PENDIDIKAN (KTSP)
KTSP
yang merupakan kependekan dari Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan, yakni
kurikulum yang dibuat oleh guru pada setiap satuan pendidikan dan
diimplementasikan dalam pembelajaran. Dimana kurikulum ini menghendaki para
guru untuk lebih kreatif dan menuntut sekolah untuk lebih mandiri. Landasan
yang digunakan dalam pelaksanaan KTSP yaitu:
1.
Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional.
2.
Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan.
3.
Permendiknas No. 22/
2006 tentang Standar Isi.
4.
Permendiknas No. 23/
2006 tentang Standar Kompetensi Lulusan.
5.
Permendiknas No. 24/
2006 tentang pelaksanaan Permendiknas No. 22 dan 23/ 2006.
a.
Pengertian Kurikulum
Untuk
memberikan pengertian KTSP, maka akan dibahas mengenai pengertian kurikulum
terlebih dahulu. Hal ini dimaksudkan untuk lebih memudahkan dalam memahami
pengertian KTSP. Menurut Nana Syaodih Sukmadinata (2006: 3-7), “Kurikulum
adalah suatu bagian yang tidak terpisahkan dari pendidikan atau pengajaran,
yang merupakan suatu rencana pendidikan dan memberikan pedoman serta pegangan
tentang jenis, lingkup, urutan isi, dan proses pendidikan”. Berdasarkan Pasal 1
Butir 19 UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, dinyatakan
bahwa kurikulum adalah ”Seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan,
isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman
penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan
tertentu”.
Dari
pengertian kurikulum di atas maka peneliti menyimpulkan bahwa pengertian
kurikulum adalah suatu bentuk perencanaan yang berisikan pengaturan tentang
tujuan, isi, bahan pelajaran, dan cara yang digunakan dalam penyelenggaraan
kegiatan belajar mengajar untuk mencapai tujuan pendidikan
b.
Fungsi Kurikulum
Adapun
beberapa fungsi kurikulum menurut Oemar Hamalik (2006: 10), antara lain:
1.
Fungsi penyesuaian.
Individu
hidup dalam lingkungan. Setiap individu harus mampu menyesuaikan dirinya dengan
lingkungannya secara menyeluruh. Oleh karena itu lingkungan akan senantiasa
berubah dan bersifat dinamis, sehingga setiap individu harus memiliki kemampuan
untuk bersifat dinamis pula. Disamping itu lingkungan juga harus disesuaikan
dengan kondisi perorangan. Disinilah terletak fungsi kurikulum sebagai alat
pendidikan.
2.
Fungsi integrasi
Kurikulum
berfungsi untuk mendidik pribadi-pribadi yang terintegrasi. Oleh karena itu,
individu-individu itu merupakan bagian integral dari masyarakat sehingga akan
dapat memberikan sumbangan dalam rangka pembentukan atau pengintegrasian masyarakat.
3.
Fungsi deferensiasi
Kurikulum
perlu memberikan pelayanan terhadap perbedaanperbedaan perorangan dalam
masyarakat. Pada dasarnya deferensiasi akan mendorong orang untuk berpikir
kritis dan kreatif sehingga akan dapat mendorong kemajuan sosial dalam
masyarakat.
4.
Fungsi persiapan
Kurikulum
berfungsi untuk mempersiapkan siswa agar mampu melanjutkan studi lebih lanjut
untuk suatu jangkauan yang lebih jauh.
5.
Fungsi pemilihan
Kurikulum
berfungsi memberikan kesempatan kepada siswa untuk memilih apa yang
diinginkannya dan menarik minatnya. Untuk mengembangkan kemampuan-kemampuan
tersebut, maka kurikulum perlu disusun secara luas dan bersifat fleksibel.
6.
Fungsi diagnostik
Kurikulum
berfungsi untuk mengarahkan dan membantu para siswa agar mereka mampu memahami
dan menerima dirinya sehingga dapat mengembangkan semua potensi yang
dimilikinya.
Best 777 Casino - Harrah's Cherokee - Mapyro
BalasHapus777 Casino in Harrah's Cherokee is in 광양 출장마사지 North Carolina. Casino Address: 777 Casino 구리 출장안마 Drive, Cherokee. 순천 출장샵 Directions. 888 Casino 충주 출장샵 Drive, Cherokee, 양주 출장마사지 NC 28719